Thursday, May 11, 2006

Akhirnya

Kadang melelahkan, kadang menjemukan, dan kadang menyenangkan...
Ketika memulai adalah sesuatu yang berat. Bagai sesuatu tanpa ujung.
Ketika menjalani terasa lelah. Bagai hidup terbelenggu.
Ketika semuanya berakhir. Bagai burung yang lepas dari kandang.

Lembar... lembur... lembar... lembur...


Aaah... akhirnya bisa menghirup nafas.

Saturday, May 06, 2006

Optimis

Sifat malas adalah musuh manusia. Tapi banyak yang tidak sadar dan malah menganggapnya sebagai teman. Dia hanyalah sebagai parasit dalam hidup kita. Mengambil sesuatu dari kita. Dan dia pun tidak main-main. Yang diambilnya itu tidak dapat kita minta kembali. Nah, apa yang diambilnya itu?

Sesuatu yang terus berjalan bahkan lari, sesuatu yang tidak bisa kembali, sesuatu yang tidak ada yang jual, sesuatu yang tidak bisa dibeli, sesuatu yang unik. Waktu. Itulah dia. Waktu tidak bisa kita buat. Dia tidak bisa kita perlambat atau percepat. Yang dapat kita lakukan adalah mengaturnya, maksudnya mengatur sebaik-baiknya.

Waktu bagi semua orang adalah sama. Sama-sama 24 jam. Tetapi dari 24 jam itu, dari tiap-tiap orang menghasilkan sesuatu yang berbeda-beda baik jenis maupun jumlahnya. Ada orang yang bisa melakukan berbagai hal dalam satu waktu, tetapi ada juga orang hanya dapat melakukan suatu hal dengan waktu yang lama. Secara obyektif memang manusia berbeda-beda. Tetapi apakah hanya dengan pernyataan seperti itu lantas 'mempertahankan' kondisinya. Tanpa mau berbuat lebih. Apakah hanya cukup dengan beranggapan bahwa "Itu khan dia, ini khan aku…". Dari situ dapat dilihat bahwa orang tersebut tidak mempunyai sifat optimis –saya mungkin termasuk jenis ini (Homo Sapiensraoptimistus)–.

Ada sebagian manusia yang tidak mau berubah –untuk menjadi lebih baik–. Dan biasanya yang menjadi penyebab adalah rasa malas tadi. Memang, malas menundukkan manusia dengan cara halus, tapi efektif. Malas seolah-olah 'menjanjikan' manusia sebagai 'raja'. Dia tinggal enak-enakan tanpa mau mengerjakan apa-apa. Ataupun jika mengerjakan sesuatu tidak dengan sungguh-sungguh. Menyinggung masalah efektif tadi, sepertinya ada satu sebagian lagi yang memilikinya dalam 'kamus amaliahnya'. Dia tidak ingin bermain-main dengan waktu. Karena waktu adalah pedang. Sekali salah dalam penggunaannya, efeknya luar biasa –ruginya–. Dia menggunakan waktu sebaik mungkin guna menghasilkan sesuatu –dan bahkan tidak hanya sesuatu– yang bermanfaat. Mungkin ini yang disebut efektif, memanfaatkan waktu yang ada untuk mendapatkan hasil yang luar biasa. Jadi, prinsip ekonomi diaplikasikan di sini. "Dengan modal waktu sekecil-kecilnya untuk mendapatkan hasil yang sebesar-besarnya". Tetapi yang harus diperhatikan dan diingat adalah kecenderungan manusia yang selalu ingin menuruti hawa nafsu –bukan syahwat aja–. Karena ada saja efek yang bisa timbul –jika tidak hati-hati– setelah menggunakan prinsip ekonomi tadi, yaitu adanya adanya prinsip "Semakin besar pendapatan semakin besar pula pengeluaran".

Menurutku yang ideal adalah orang yang termasuk golongan kedua tadi. Karena dia akan melihat kondisi sekarang untuk berbuat semaksimal mungkin (tajarrud), melihat ke depan untuk merencanakan sesuatu yang lebih baik dari hari ini, dan melihat ke belakan untuk mengambil pelajaran dari pengalaman agar mengambil yang terbaik dan tidak mengulangi kesalahan. Tanamkan optimisme dalam diri kita karena optimis akan menambah kekuatan kita. Semoga hari ini lebih baik daripada kemarin dan esok hari lebih baik dari sekarang. Wal ‘Iyadzubillah…